Rabu, 01 Februari 2012

Natura Resort and Spa - Ubud Bali

Kolam yang menjorok ke tebing curam
Pagi sekali kami berangkat dari Hotel menuju "Natura resort and spa",salah satu karya terkenal dan banyak menerima penghargaan,yang di desain oleh Popo Danes yang sebelumnya telah menyambut kita dan mau berbagi pengalaman desain nya di bali,kawasan tersebut terletak di ubud bali,sebuah kawasan pegunungan dan lereng yang curam,sehingga bis yang membawa 50 penumpang hanya sanggup mengantarkan kami di sebuah pasar traditional,kami melanjutkan nya dengan menaiki sebuah mini bis...

Hal seru dari perjalanan sebelum menuju "natura" ini adalah,kami semua harus berteriak2 histeris~! sebab jalan yang dilalui begitu curam dan berkelok-kelok serta sempit,tapi semua terbayar setelah kami sampai di "natura",sebuah kawasan penginapan yang begitu sejuk,unik karna berada di tebing curam yang menghadap pegunungan serta aliran arus sungai yang memberi senssasi menyatu dengan alam,bayangkan anda dapat beristirahat dan Spa sambil memandang pegunungan yang indah dan terdapat sebuah pura milik warga di sana,bersantai dan mendengarkan gemuruh air sungai memberikan sensasi traphy dan pikiran,menenangkan jiwa,sebuah pengalaman yang berharga di bali dapat mengunjungi "Natura Resort and Spa"

Natura Resort & Spa menyediakan empat belas villa bali tradisional, dengan kontur tanah. Semua hunian sengaja didesain untuk menyatu dengan alam sekitar, dengan pemeliharaan flora, satwa dan menjaga keaslian sungai di sekitar empat belas villa mewah ini. Terletak 3 km, di timur laut dari pusat Ubud, tempat ini dekat dengan pusat seni dan budaya Bali, yaitu di desa tradisional Laplapan. Perpaduan konsep hunian dengan sadar lingkungan dihadirkan di tempat tinggal anda ini.

Fasilitas & Layanan:

  • Kolam renang dan sundeck
  • Sauna
  • Jacuzzi
  • Restaurant & Bar
  • Spa tradisional di tepi sungai
  • Binatu & pengeringan
  • Butik dan perpustakaan
  • Layanan Villa 24 jam layanan
  • Setrika di masing-masing villa
  • Ruang Konferensi
  • Transfer Bandara
  • Layangan antar-jemput gratis ke Ubud
  • Layanan Dokter panggil 24 jam
  • Satelit / TV kabel dan sistem audio
Teman-teman serta dosen mencoba Jacuzzi
Sekilas tentang "Natura Resort and Spa"

 Popo Danes dengan karyanya, Natura Resor and Spa, menjadi pemenang pertama untuk kategori bangunan tropis. Kemenangannya ini juga berarti mengalahkan beberapa bangunan terkemuka di ASEAN termasuk Esplanade Theatre, bangunan kebanggaan Singapura, yang harus cukup puas mendapatkan penghargaan special admission.

Bukan hal yang tidak disengaja apabila sembilan tahun yang lalu, yaitu pada saat perencanaan awal bangunan resor ini, Popo memang memperhitungkan betul penggunaan energi yang otomatis akan menjadi running cost reguler yang cukup besar. Resor yang berada di Desa Laplapan Petulu, Ubud, dengan luas tanah 1,7 hektar ia rancang menjadi bangunan penginapan berupa 14 compound villa yang tiap-tiap vilanya memiliki kolam tersendiri. Selain itu, resor ini juga dilengkapi fasilitas lain, seperti sebuah restoran, kolam renang bersama, serta spa. Total luas bangunannya adalah sekitar 7.250 meter persegi atau sekitar 26 persen dari 30 persen koefisien bangunan yang diizinkan di kawasan ini.

Untuk menyiasati pengeluaran energi yang besar, Popo berusaha menciptakan bangunan yang secara optimal dapat menggunakan potensi alam sebagai solusi masalah energi. Caranya adalah dengan membuat bangunan yang berbasis pada konsep arsitektur tropis yang bersahabat dengan iklim lokal yang panas dan lembab. Pertama dengan membuat lay out bangunan yang menyebar di dalam tapak. Bangunan kecil-kecil dan menyebar ini membuat tiap-tiap bangunan dapat "bernapas" dengan leluasa. Kemudian juga diciptakan bukaan-bukaan berupa jendela dan pintu yang besar-besar di sekeliling bangunan agar terjadi ventilasi silang. Jendela besar ini juga memasukkan sinar matahari sehingga ruang tidak memerlukan penerangan buatan di siang hari.
Masih sempat2 nya berfoto sambil menuruni tebing

SELAIN konsep bangunan berarsitektur tropis, Popo di sini juga mencoba mempertahankan alam semaksimal mungkin. Kondisi tanah lembah curam yang selayaknya menyulitkan perancangan arsitektur tidak ia ratakan untuk mendapatkan tanah datar secara instan, melainkan dipertahankan dengan membuat bangunan berkonstruksi panggung dengan lantai yang melayang atau tidak menyentuh tanah. Dengan cara ini, permukaan tanah di bawah bangunan masih dapat menyerap air dengan baik. Tumbuh-tumbuhan juga tetap dipertahankan keberadaannya, dan bangunan dirancang di sela-sela pohon yang ada. Selain mempertahankan vegetasi, cara ini juga membuat pohon berfungsi sebagai "payung alam" yang melindungi bangunan dari terik sinar matahari sehingga ruang interior menjadi sejuk karena selalu terlindung di bawah daun-daun yang rindang.

Hal ini jugalah yang membuat resor ini tidak lagi memerlukan pengatur suhu udara yang berlebihan, bahkan sebagian besar ruang di dalam hotel resor tidak menggunakan AC, termasuk bangunan restoran, koridor, spa, dan bale-bale vila. Satu-satunya ruang yang menggunakan AC hanyalah kamar-kamar tidur, sehingga total bangunan yang menggunakan AC hanya 915 meter persegi atau 34,5 persen saja.

Untuk keperluan penyediaan air panas, resor ini menggunakan gas. Tenaga gas ini jauh lebih cepat memanaskan air serta menghemat tenaga listrik. Di sini, masing-masing unit vila juga memiliki sistem listrik terpisah dan hanya dihidupkan hanya apabila vila-vila terisi oleh tamu sehingga lebih menghemat energi.

Teman2 bersama mba Pinky menuruni turunan tangga menuju tempat SPA
Selain desain, material pun dipilih yang dapat menunjang konsep hemat energi tadi. Bahan-bahan alam yang didapat dari sumber lokal digunakan seperti kayu dan alang-alang. Atap alang-alang yang tebalnya 30 cm ini juga berfungsi sebagai penahan panas. Sedangkan kantilever atau overstek atap berfungsi sebagai pelindung dinding bangunan terhadap matahari. Dinding batu bata juga mampu mengurangi panas sebanyak 20 persen sehingga interior dapat terasa lebih sejuk. Desain, penggunaan material, dan konsep perlindungan alam ini tampaknya sederhana, namun implementasinya sungguh luar biasa. Bangunan ini mampu menghemat begitu banyak energi sekaligus mempertahankan kondisi lingkungan. Sungguh langkah yang bijak apabila hal ini bisa diikuti oleh arsitek-arsitek kita yang lain.

Sepulang dari perjalanan Dosen KKL kami ibu Lyla memberi tugas untuk kami,mendata dan menyimpulkan hasil desain POPO DANES yang baru saja kami kunjunggi yaitu "Natura"(walau pun sebenarnya kami sangat cape sekali :( )
Hasil Sketsa Teman-Teman:

Sketsa Kontur Natura Resort & Spa
Sketsa Site






created by : Haryo Priyonggo Putro (H1B109064)
link : http://my.opera.com/evolvering/blog/index.dml/tag/energy
http://www.ayokebali.com/index.php/product/overview/50/Natura-Resort---Spa


DESA ADAT PENGLIPURAN

Di tengah derasnya pertumbuhan pariwisata dan perkembangan perkotaan, suatu daerah di Bali, sebuah pemukiman mampu mempertahankan tradisi berumur ratusan tahun untuk hidup berdampingan dengan gemerlap dunia modern. Itulah Desa Adat Penglipuran.
Desa adat Penglipuran tepatnya berada di Kelurahan Kubu Kabupaten Bangli/ kurang lebih 45 km dari kota Denpasar. Apabila ditempuh dengan kendaraan bermotor akan menempuh  kurang lebih satu jam perjalanan. Terletak di ketinggian 700 diatas permukaan laut,  menjadikan udara di desa adat penglipuran tergolong dingin. Keasrian desa adat penglipuran dapat dirasakan mulai dari memasuki kawasan pradesa. Balai masyarakat dan fasilitas kemasyarakatan serta ruang terbuka pertamanan,  semakin menambah keaslian alam pedesaan.  Desa Adat Penglipuran merupakan satu kawasan pedesaan yang memiliki tatanan spesifik dari  struktur desa tradisional, sehingga mampu menampilkan wajah pedesaan yang asri.  Penataan fisik dan struktur desa,  tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku turun temurun. 
 Selain suasana pertamanan yang asri tetapi juga sangat ramahnya penduduk desa terhadap tamu yang datang. Banyak wisatawan yang datang dapat menikmati suasana desa dan masuk kerumah mereka untuk melihat kerajinan – kerajinan yang penduduk desa buat. Sehingga untuk tinggal berlama lama disini sangatlah menyenangkan.
Desa Adat Penglipuran ini termasuk desa yang banyak melakukan acara ritual, sehingga banyak sekali acara yang diadakan didesa ini seperti pemasangan dan penurunan odalan, Galungan, dll. Memang saat yang sangat tepat untuk datang ke desa ini adalah pada acara tersebut berlangsung, sehingga kita dapat melihat langsung keunikan dan kekhasan dari Desa Penglipuran ini.
Sangat unik mungkin itu kata yang paling tepat untuk Desa Adat Penglipuran. Corak pintu gerbangnya atau yang disebut dengan “angkul angkul” terlihat seragam satu sama lainnya. Penampilan fisik desa adat juga sangat khas dan indah.  Jalan utama desa adat berupa jalan sempit yang lurus dan berundag-undag. Potensi pariwisata yang dimiliki oleh Desa Adat Penglipuran  adalah adatnya yang unik serta tingginya frekuensi upacara adat dan keagamaan. 
Meski Desa Adat Penglipuran saat ini sudah tersentuh modernisasi yakni perubahan kearah kemajuan namun tata letak perumahan di masing masing keluarga tetap menganut falsafah Tri Hita Karana. 

  

Desa Adat Penglipuran sudah ada sejak 700-an tahun yang lalu, yaitu pada zaman kerajaan Bangli. Penduduk dari daerah Bayung Gede di Kintamani pindah ke tempat desa ini berada sekarang. Kata penglipuran berasal dari kata penglipur yang artinya penghibur,  karena semenjak jaman kerajaan , tempat ini adalah salah satu tempat yang bagus untuk peristirahatan. 
Selain itu,  menurut masyarakat kata penglipuran juga dipercaya berasal dari kata Pengeling Pura yang berarti sebagai tempat yang suci untuk mengingat para leluhur. 
Segala pengembangan fisik desa dan pengembangan budayanya masih mengacu pada tanah leluhur yang masih ada di Bayung. Bahkan untuk berbagai upacara adat tertentu masih harus memohon restu ke tanah leluhur tersebut.
Dan masyarakat Desa Adat Penglipuran percaya bahwa leluhur mereka berasal dari Desa Bayung Gede, Kintamani. Dilihat dari segi tradisi, desa adat ini menggunakan sistem pemerintahan hulu apad. Pemerintahan desa adatnya terdiri dari prajuru hulu apad dan prajuru adapt. Prajuruhulu apad terdiri dari jero kubayan, jero kubahu,  jero singgukan,  jero cacar,  jero balung dan jero pati.  Prajuru hulu apad otomatis dijabat oleh mereka yang paling senior dilihat dari usia perkawinan tetapi yang belum ngelad. Ngelad atau pensiun terjadi bila semua anak sudah kawin atau salah seorang cucunya telah kawin.  Mereka yang baru kawin duduk pada posisi yang paling bawah dalam tangga keanggotaan desa adapt. Menyusuri jalan utama desa kearah selatan anda akan menjumpai sebuah tugu pahlawan yang tertata dengan rapi. Tugu  ini dibangun untuk memperingati serta mengenang jasa kepahlawanan Anak Agung Gede Anom Mudita atau yang lebih dikenal dengan nama kapten Mudita.Anak Agung Gde Anom Mudita,  gugur melawan penjajah Belanda pada tanggal 20 November 1947. Taman Pahlawan ini dibangun oleh masyarakat Desa Adat Penglipuran sebagai wujud bakti dan hormat mereka kepada sang pejuang.Bersama segenap rakyat Bangli,  Kapten Mudita berjuang tanpa pamrih demi martabat dan harga diri bangsa sampai titik darah penghabisan. 
Desa ini menganut tata ruang dengan konsep trimandala,  dibagi ke dalam tiga ruang yang berbeda secara fungsi dan tingkat kesucian, yaitu utama, madya, dan nista. Letak ketiga ruang ini membujur dari utara (gunung) ke selatan (laut), dengan jalan desa lurus berundak sebagai poros tengah, memisahkan  ruang madya  menjadi dua bagian.
 

Sebuah falsafah dalam agama Hindu yang selalu menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, serta manusia dengan Tuhan. 
Generasi muda Penglipuran yang hampir seluruhnya menikmati pendidikan formal mulai dari SD hingga perguruan tinggi,  tetap melestarikan tradisi yang mereka warisi dari para leluhurnya. Bangunan suci yang terletak di hulu,  perumahan di tengah  dan lahan usaha tani di pinggir atau hilir. Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani dan kini mereka mulai beralih ke usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Dengan memanfaatkan bambu sebagai bahan bakunya/menjadikan desa penglipuran sebagai komunitas yang unik diantara kemajuan pulau dewata yang semakin pesat. 

Created by : AMALIA ZULFIA NALIDA (H1B109062)




Selasa, 31 Januari 2012

RUSUN URIP SUMOHARJO


Perkembangan kota Surabaya sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta,
berdampak pada penambahan jumlah penduduk kota Surabaya itu sendiri. Dimana
hal ini menyebabkan peningkatan kebutuhan terhadap hunian yang layak bagi
seluruh lapisan masyarakat Surabaya. Di lain pihak, ketersediaan lahan bagi
permukiman semakin terbatas. Selain kendala tersebut, kendala lain yang juga
tidak boleh dilupakan adalah kendala keterbatasan  kemampuan ekonomi
masyarakat. Mengingat besarnya jumlah masyarakat menengah kebawah dan
terbatasnya dana yang dimiliki oleh pemerintah, dapat dipastikan bahwa
pemerintah tidak mungkin memberikan  subsidi secara menyeluruh kepada
masyarakat. Hal tersebut mengharuskan masyarakat untuk lebih mandiri dalam
hal pembiayaan menyangkut pemenuhan kebutuhan akan permukiman.
Diperlukan suatu alternatif solusi yang  dirasa tepat untuk mengatasi kendalakendala yang telah dijelaskan. Dan salah satu solusinya adalah pembangunan
Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). 
Yang menjadi target dan sasaran konsumen dari rusunawa Urip Sumoharjo
pada umumnya terdiri dari : Pegawai negeri Golongan I dan II, Karyawan Swasta,Pegawai Bank dan Masyarakat Umum. 
Rusunawa Urip Sumoharjo secara administratif termasuk dalam wilayah Kelurahan
Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Surabaya Pusat. Awalnya, rusun ini dibangun untuk
merelokasi korban kebakaran pada 25 Agustus 1982 yang menghabiskan 83 unit rumah (saat
itu dihuni oleh 120 KK). Pihak-pihak yang terlibat dalam Pembangunan Rusunawa Urip
Sumoharjo adalah Pemerintah Kota Surabaya (perencana, pengelola dan penyandang dana
pembangunan) dan kontraktor swasta (pelaksana pembangunannya). Rusun terdiri dari 3 twin
blok bangunan dengan 120 unit hunian. Rusun yang secara struktur hanya diestimasikan
selama 20 tahun, dalam waktu singkat mengalami penurunan kualitas sehingga sangat kumuh,
tidak layak huni dan membahayakan penghuninya.

Rumah susun Urip Sumoharjo berada di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Tegalsari Surabaya. Rumah susun ini terletak di area seluas 2000 m2, terdiri dari 3 Blok (A,B dan C), dimana masing masing blok terdiri :
a. Ketinggian bangunan 4 lantai.
b. Tiap lantai terdiri dari 10 unit hunian dengan ukuran 3mx 6m, ditambah 2mx 0.8 m berupa     balkon belakang, dan selasar depan selebar 1,5 m.
c. Total unit hunian : 120 unit; namun yang dipakai sebagai hunian murni hanya 115 unit, karena      5 unit yang lain dipakai sebagai fasilitas umum bersama.

Fasilitas Umum / Penunjang yang tersedia:
a. Mushola dan TPA : 1 unit berada di lantai 1
b. Balai RW : 1 unit terletak di lantai 1
c. Ruang serbaguna : 3 unit di lantai 1
d. Pos Jaga
e. Ruang Karang Taruna (swadaya warga)
f. Parkir motor dan mobil yang dikelola oleh Karang Taruna



SEJARAH RUSUN URIP SUMOHARJO
Pada mulanya wilayah tempat berdirinya rusun ini merupakan kawasan perkampungan yang padat dan rapat. Sejarah rusun berlokasi di area central kota pahlawan ini, dimulai ketika api yang bersumber dari kebakaran Horizon Supermarket merembet serta membumi hanguskan sebagian pemukiman warga disebelah barat pusat perbelanjaan tersebut, tepatnya di kawasan Jln Urip Simoharjo pada tanggal 26 Agustus 1982. Saat itu sekitar pukul 15.30 WIB, api yang berasal dari lantai-2 Horizon Supermarket berkobar begitu cepat. Serta merta sebisa mungkin warga berusaha untuk menyelamatkan harta benda mereka, dan menghalau si-jago merah yang mengamuk membabi buta kesegala arah. Akibat kejadian tersebut ratusan warga yang menjadi korban, harus rela kehilangan tempat tinggal mereka yang tak disangka untuk selamanya, sekitar 83 rumah di tempat itu hangus terbakar.
Pasalnya, selain tidak adanya suatu penyelesaian dari pihak Horizon, yang seharusnya bertanggung jawab atas kebakaran tersebut. Pemerintah juga tidak mengijinkan warga, walaupun dengan biaya sendiri untuk membangun kembali rumah mereka yang telah rata dengan tanah. Kedaulatan yang tidak lagi berada ditangan rakyat, menjadikan para pemimpin makin manja dengan persoalan segala persoalan yang terjadi. Masyarakat yang dihantui akhirnya keder dengan ancaman-ancaman dari aparat terkait mengenai status mereka yang dianggap penganut paham Partai Komunis Indonesia (PKI) yang memang pada saat itu selalu dikambing hitamkan oleh pemerintah, menganggap dirinya-lah paling benar. Dengan dalih untuk pembangunan, pemerintah mengkonsep pembangunan rusun yang pertama, diatas tanah warga sendiri, sebagai tempat tinggal mereka nantinya. Selama kurun waktu tiga tahun, warga diungsikan ke makam Kecacil Pandegiling (saat ini Puskesmas), menunggu terselesaikannya pembangunan rusun. “Makam kuno yang tak terawat” itulah anggapan orang pada waktu itu. Seperti mencabut rumput liar, batu-batu nisan
Sebagai tanda pengenal pada makam-makam yang ada-pun menjadi sasaran utama pembersihan. Setelah diplester semen komplek pekuburan akhirnya tampak rata. Ditambah dengan dibangunnya 3 barak dari sumbangan 5 juta rupiah dari pemerintah, makam-pun siap menjadi lokasi pengungsian ala-Indonesia untuk menampung warga. Banyak warga saat itu memilih tinggal sementara waktu ditempat sanak saudara mereka ataupun lebih memilih untuk sewa rumah sendiri, walaupun dengan dana pribadi, dengan alasan keamanan ataupun dikarenakan lokasi makam yang terkesan angker. Selama sekitar tiga tahun berada dilokasi pengungsian makam kecacil, warga dengan sabar menunggu terselesaikannya pembangunan rumah susun (rusun) yang telah dijanjikan oleh pemerintah sebelumnya, sambil tetap menjalankan aktivitas sehari-hari. 
Berdirinya rusun Urip Sumoharjo pada tahun 1985 atas kerjasama Pemkot Surabaya dengan PT Barata akhirnya menjawab janji pemerintah untuk menyediakan sarana tempat tinggal bagi warga. Namun sekali lagi warga kembali menelan ludah kekecewaan.Rumah yang mereka idam-idamkan selama ini ternyata jauh dari harapan. Diresmikan oleh Hj Wijaya, pada waktu itu menjabat sebagai Walikota Surabaya. Gedung rusun lebih mirip lokasi penampungan daripada hunian masyarakat normal pada umumnya, dengan struktur dari rangka besi terbuka untuk bangunan. Pembangunan rusun yang perancangannya dikerjakan secara asal itu-pun, dalam tempo waktu kurang dari 20t ahun akhirnya mengalami kekeroposan serta erosi pada pilar-pilar penyangganya. Dikarenakan keresahan warga terhadap kondisi bangunan yang setiap saat bisa mengancam jiwa penduduk, warga kemudian mengajukan permohonan kepada pihak pemerintahan kota, untuk merenovasi bangunan rusun. Pengajuan permohonan warga melalui proporsal mendapat respon positif dari pemerintah kota. Dengan hasil survei yang menerangkan bahwa bangunan rusun memang sudah tidak layak, serta tidak bisa dilakukan renovasi (tambal sulam) bangunan. Rusun akhirnya diputuskan untuk dibangun ulang, dengan biaya APBN yang dianggarkan melalui APBD sebesar 10 Milyard rupiah.
Eksisting bangunan Rumah Susun Urip Sumoharjo, materialnya mengalami penurunan kualitas setelah 19 tahun berdiri
Pada tahun 2003, warga kembali direlokasi demi pembaharuan rusun untuk kedua kalinya, selama 2 tahun. Dengan dana konspensasi dari pemerintah sebesar 8 juta per-lokal-gedung (ruangan) pada rusun. Total keseluruhan 145 lokal-gedung, termaksud mushola maupun gedung serbaguna yang turut mendapat konspensasi dari warga. Pasang-surut sempat mewarnai pembangunan rusun kedua. Proses pengerjaan yang sempat terhenti selama 4 bulan, memancing warga menggelar demo agar pembangunan segera dilanjutkan. Akhir tahun 2005, rusun kembali menjadi rumah warga. Kepuasan tampak pada diri warga dengan kelayakan bangunan dibandingkan dengan rusun terdahulu yang dibangun dengan rangka besi.
Sayangnya, pengamatan yang diperoleh dari lapangan menyebutkan sampai saat ini bentuk fisik rusun dari tiga gedung (A,B,C) memiliki kelemahan pada fasilitas mushola, yang kemasukkan air saat hujan serta untuk kebocoran atap gedung B yang terbilang parah. Namun kekecewaan terbesar bagi warga datang, saat penagihan uang sewa dari Pemkot melalui pengurus RW XIV Rusun Urip Sumoharjo, sebesar hampir 150juta per-tahunnya, yang dibebankan pada 120 penghuni local-gedung rusun, sehingga masing-masing warga ditekan dengan biaya sewa 104ribu/bulan perlokal gedung. Dengan alasan untuk perawatan gedung, serta biaya penerangan lorong-lorong pada rusun. Tentunya hal ini sangatlah memberatkan bagi sebagian warga yang kebanyakan mengalami kelemahan pada sisi perekonomian.
Penghuni rumah susun Urip Sumoharjo kebanyakan adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. Banyak dari mereka yang berpenghasilan rendah. Seperti pedagang keliling, karyawan, buruh, sopir, kondektur bis dan lain sebagainya. Namun juga ada yang pegawai negeri ataupun pejabat pemerintah. Masyarakat penghuni rumah susun biasanya lebih akrab dan lebih mengenal antara satu dengan yang lainnya. Tidak seperti masyaakat perumahan yang dibatasi dengan dinding pagar yang tinggi, tetapi masyarakat di sini lebih mengenal tetangganya malah kadang mereka menganggap tetangganya itu adalah bagian dari saudara mereka.

Karakteristik Data Perumahan
Untuk RSS Urip Sumoharjo ini dibuat dengan model Rusun seperti di luar negeri. Rusun tidak dibangun model blok berjejer tetapi dibuat setengah melingkar dengan bangunan depan menghadap jalan. Blok I menghadap Jl.Urip Sumoharjo, blok 2 menghadap Jl.Keputran Jambon dan blok 3 menghadap ke Jl.Kedondong
Unit hunian pada rusun yang baru dibuat lebih luas dari yang lama dengan penambahan fasilitas utilitas yang lebih tertata.

1. Luas tiap unit hunian adalah 3mx6m untuk ruang utama, ditambah dengan 2mx3m untuk ruang service, yaitu KM/WC, dapur dan cuci/jemur.
2. Selasar lebar 2 m dibuat berhadapan didepan sehingga orientasi unit ke luar gedung (jalan raya).
3. Tangga dibuat di tengah blok berukuran yang lebar(4 m) dan leluasa sebagai sarana sirkulasi utama vertikal
4. Mengingat luasan lahan yang tersedia, maka jumlah blok yang direncanakan hanya mampu 3 blok (115 unit untuk umum), namun dengan jumlah unit yanglebih banyak, dengan rincian tiap bloknya sebagai berikut :
- Lantai 1 terdiri dari 22 unit hunian ditambah dengan 9 unit untuk fasilitas umum.
- Lantai 2,3 dan 4 terdiri dari 31 unit hunian.
- Fasilitas Penunjang berupa: Dapur Umum,Gudang, TPA/TK(4 unit) Koperasi, Karang Taruna, PKK

Konstruksi : 
• Struktur utama memakai baja 
• Tangga memakai gabungan baja dan plat beton 
• Plat lantai beton, plester, namun sudah banyak yang dikeramik oleh warga sendiri 
• Dinding bata, diplester dan dicat 
• Tanpa plafon 
• Atap asbes gelombang 
Tetapi dari unit-unit di atas para masyarakat penghuni rumah susun Urip Sumoharjo ini membuat partisi sendiri di dalam rumahnya. Yaitu ruang utama dijadikan dua atau bahkan ada juga yang menjadikan tiga ruangan, antara lain ruang tidur dan ruang tamu. Sedangkan ruang tamu biasanya kalo malam dijadikan sebagai ruang tidur juga.


CREATED BY MARSHA SELVINA TRISTYANIZAR (H1B109036) 



Senin, 30 Januari 2012

Museum Sampoerna Surabaya

Berlokasi di Jl. Taman Sampoerna No.6, Surabaya, Jawa Timur, House of Sampoerna menggunakan bangunan kuno warisan zaman Belanda yang dibangun pada tahun 1862. Liem Seeng Tee adalah pendiri Sampoerna, beliau membeli tempat ini di tahun 1932 awalnya digunakan sebagai panti asuhan untuk anak yatim piatu laki-laki dan kemudian menjadikannya sebagai tempat produksi rokok Sampoerna yang pertama.

House Of Sampoerna terdiri dari bangunan utama yang berbentuk auditorium dan juga 2 bangunan lainnya yaitu Rumah Barat dan Rumah Timur diatas tanah  seluas 1,5 hektar. Bangunan utama tersebut sekarang digunakan sebagai museum, Rumah Timur digunakan sebagai cafe dan Rumah Barat masih ditinggali oleh keluarga Sampoerna.







 
Didalam museum ini bisa ditemukan berbagai macam jenis-jenis tembakau dan cengkeh serta cara pemrosesannya, mulai dari pencampuran, hand-rolling dan pengemasan, pencetakan, sampai pemolesan akhir sebelum rokok-rokok tersebut dipasarkan ke konsumen. Tak hanya itu, benda-benda langka seperti sepeda 'unta', meja, kursi, lemari, dan lampu kuno, telepon model zaman dulu, sepeda motor unik, oven tradisional Sumbawa, peralatan drum band dan marching band lengkap dengan seragamnya, tiruan warung tradisional, brankas model kolonial Belanda. Disini juga terdapat beberapa penjaga museum yang akan menjelaskan seluk beluk tentang  bangunan dan sejarah Sampoerna.




















 
Di bagian tengah bangunan utama, terdapat berbagai foto dari direktur dan komisaris Sampoerna. Selain itu terdapat berbagai koleksi rokok dan korek api yang dipamerkan di sini. Lalu di ruang paling belakang masih di bangunan utama, terdapat berbagai alat produksi rokok dari Sampoerna pada masa awal. Misalnya alat produksi rokok serta mesin cetak tua. disana juga bisa melihat berbagai peralatan riset untuk pembuatan rokok dari departemen R&D pada masa itu.



















Pada bagian belakang bangunan utama bisa disaksikan proses pembuatan rokok di salah satu ruangan pabrik ini dari panggung di lantai 2 bangunan utama. Pabrik dibuka pada hari Senin hingga Sabtu dari jam 6 pagi hingga 3 sore. Ada 234 pekerja yang membuat produk tembakau di ruangan ini dengan latar belakang musik tradisional. Setiap pekerja mampu memproduksi 325 batang rokok per jam! Namun pada kesempatan ini, kami tidak bisa memperlihatkan gambar para pekerja karena pada saat kami berkunjung pabrik sedang libur dan oleh pemandu kami dimuseum, kami dilarang mengambil gambar ruangan yang biasa dipakai untuk melinting rokok. Ini bisa membuat penasaran pembaca untuk bisa datang langsung kesana.

 
Rumah Keluarga Sampoerna tidak dibuka untuk umum. Letaknya di bangunan sebelah Barat Museum. Di antara Museum dan Rumah Keluarga Sampoerna ada sebuah tempat parkir berisi mobil Rolls Royce dengan plat nomor SL 234 yang melambangkan merk dagang sebuah rokok produksi Sampoerna, yaitu Djie Sam Soe = 2 3 4.

Sejak 9 Juni 2009, House of Sampoerna juga menyediakan angkutan bis tamasya gratis ke tempat-tempat bersejarah di Surabaya lainnya (Surabaya Heritage Track atau SHT) kepada pengunjung museum secara gratis pada waktu-waktu yang dijadwalkan. Sehingga pengunjung House of Museum bisa menambah wawasan seputar sejarah yang ada di kota surabaya.


Rombongan Mahasiswa Arsitektur Universitas Lambung Mangkurat


 sumber :
http://kumpulan.info/wisata/tempat-wisata/53-tempat-wisata/272-house-of-sampoerna.html

 http://angelinakusuma.blogspot.com/2009/07/berwisata-sejarah-di-house-of-sampoerna.html







Masjid Cheng Hoo Surabaya


Masjid Cheng Hoo Surabaya adalah Masjid bernuansa Muslim Tionghoa yang berlokasi di Jalan Gading, Ketabang, Genteng, Surabaya atau sekitar 1.000 m utara Gedung Balaikota Surabaya. Masjid ini didirikan atas prakarsa para sesepuh, penasehat, pengurus PITI (Pembina Imam Tauhid Islam), dan pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia Jawa Timur serta tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya. Pembangunan masjid ini diawali dengan peletakkan batu pertama 15 Oktober 2001 bertepatan dengan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Sedangkan pembangunannya baru dilaksanakan 10 Maret 2002 dan baru diresmikan pada 13 Oktober 2002. Biaya yang dibutuhkan untuk membangun masjid ini sekitar 3,3 milyar rupiah yang sebagian didapat dari sumbangsih masyarakat.

 
Masjid Cheng Ho, atau juga dikenal dengan nama Masjid Muhammad Cheng Ho Surabaya, ialah bangunan masjid yang menyerupai kelenteng (rumah ibadah umat Tri Dharma). Gedung ini terletak di areal komplek gedung serba guna PITI (Pembina Imam Tauhid Islam) Jawa Timur Jalan Gading No.2 (Belakang Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa), Surabaya. Masjid ini didominasi warna merah, hijau, dan kuning. Dalam kepercayaan Tionghoa, warna merah adalah simbol kebahagiaan, warna kuning adalah simbol kemasyuran, warna biru adalah simbol harapan, dan warna hijau adalah simbol kemakmuran.Ornamennya kental nuansa Tiongkok lama. Pintu masuknya menyerupai bentuk pagoda, terdapat juga relief naga dan patung singa dari lilin dengan lafaz Allah dalam huruf Arab di puncak pagoda. Selain itu pagoda ini dikelilingi oleh lafdzul jalalah dan 20 sifat wajib Allah. Di sisi kiri bangunan terdapat sebuah beduk sebagai pelengkap bangunan masjid.



Nama masjid ini merupakan bentuk penghormatan pada Cheng Ho, Laksamana asal Cina yang beragama Islam. Dalam perjalanannya di kawasan Asia Tenggara, Cheng Ho bukan hanya berdagang dan menjalin persahabatan, juga menyebarkan agama Islam.



Masjid Muhammad Cheng Hoo ini mampu menampung sekitar 200 jama'ah. Masjid Muhammad Cheng Hoo berdiri di atas tanah seluas 21 x 11 meter persegi dengan luas bangunan utama 11 x 9 meter persegi. bagian utama Masjid Cheng Ho memang sangat kental dengan nuansa Tiongkok. Bentuk, raut, warna, ornamen bahkan dimensinya bercirikan arsitektur Tiongkok.
Atap utama masjid ini bersusun tiga lapis menyerupai bentuk pagoda. Pada puncaknya terdapat lafaz "Allah". Sedangkan mahkota pada ujung atap lebih condong pada gaya arsitektur Hindu-Jawa. Tatanan atap Masjid Cheng Ho berbentuk segi delapan (pat kwa). Maknanya, "keberuntungan" atau "kejayaan" menurut numorologi Tiongkok kuno.
Hitungan atau angka pada bangunan masjid semuanya punya makna. Misalnya, bangunan utama seluas 11 x 9 meter. Angka 11 sebagai ukuran Ka'bah pada awal pembangunannyayaitu panjang dan lebarnya 11 meter dan angka 9 merupakan simbol Wali Songo yang dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa. Bila angka itu dijumlahkan, maka akan muncul hasil 99 yang merupakan jumlah Asmaul Husna.









Masjid Cheng Ho memiliki kolom sederhana dan dinding dilapisi keramik bermotif batu bata. Di beberapa bagian dihadirkan ornamen horizontal berwarna hijau tua dan biru muda. Pewarnaan itu diulang juga pada bentukan kuda-kuda yang dibiarkan telanjang pada bagian interior.
Ada juga bukaan lengkung pada dinding, ciri khas arsitektur India dan Arab. Pada bagian dalam masjid, terdapat podium. Di Tiongkok, podium ini dimaksudkan guna menghindari kelembapan. Podium Masjid Cheng Ho dibagi dua, tinggi dan rendah. Podium yang lebih tinggi terletak pada bangunan utama. Sedangkan yang rendah berada di sayap kanan dan kiri bagian utama masjid.

Masjid yang baru saja genap berumur 9 tahun ketika rombongan kami dari mahasiswa Arsitektur Universitas Lambung Mangkurat awal tahun 2012 ini diarsiteki oleh Ir. Aziz Johan yang merupakan anggota PITI dari bojonegoro dengan mengambil inspirasi dari Masjid Niu Jie di Beijing, China yang dibangun tahun 996 Masehi. Arsitektur masjid yang unik dan perdana berciri khasTionghoa, Museum Rekor Indonesia (MURI) menganugerahinya penghargaan kepada Masjid Muhammad Cheng Hoo.

rombongan Mahasiswa Arsitektur Universitas Lambung Mangkurat beserta bapak Uztad Hariyono Ong dan pengurus


 sumber : 
http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Cheng_Ho_Surabaya
http://www.pitijatim.org
Majalah dwi bulanan kamunitas muslim Tionghoa CHENG HOO , edisi 58 - Oktober 2011


GREEN SCHOOL, Bali, Indonesia






Green School berlokasi di Banjar Saren, Desa Sibang Kaja, Abiansemal, Badung. sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Denpasar.
Sekolah ini digagas oleh John Hardy, pengusaha perak asal Kanada yang juga pendiri Yayasan Kulkul, yang telah tinggal di Bali selama lebih dari 30 tahun. John Hardy menjelaskan bahwa ide dasar pembangunan sekolah di atas areal seluas 8 hektar itu adalah untuk menerapkan ajaran Trihita Karana. Oleh karena itu, tidak ada bahan buatan pabrik atau zat kimia yang dipergunakan di sekolah ini. 



Green School dibuka 1 September 2008, dan diresmikan pada Mei 2009. Saat ini kapasitas 700 orang. Jenjang pendidikan mulai Taman Bermain (Play Group), TK, SD, hingga SLTP. Kurikulum pendidikan dirancang berstandar internasional dengan bahasa pengantar Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Pengajar berasal dari luar dan dalam negeri dengan guru utama ekspatriat. Waktu belajar mulai jam 08.30 – 15.00 dan hari Sabtu libur. Dari 130 siswa saat ini, 18 orang di antaranya adalah siswa lokal. Siswa lokal ini dipilih dari anak-anak yang memiliki ketrampilan khusus seperti menari, melukis, atau lainnya. Mereka dibiayai dengan beasiswa yang sponsornya dicari pihak Yayasan.

Green School adalah konsep pendidikan yang digabungkan dengan konsep lingkungan sehingga akan menciptakan lingkungan yang sehat. Konsep hijau pada sebuah sekolah bukan lagi sebuah tren, tetapi sebuah metode yang menyediakan gaya hidup sehat, suasana yang nyaman, dan produktif mempelajari lingkungan sembari menyelamatkan energi, sumber daya alam, dan tentu saja uang. Sustainability adalah satu konten yang memiliki arti adanya “keberlanjutan”. Artinya, sebisa mungkin apa yang kita perbuat dan produksi  di atas muka bumi ini, dapat menjadi kontinuitas yang baik untuk diturunkan kepada generasi penerus kita di masa depan. 

Green School menyediakan fasilitas yang ramah lingkungan, menyegarkan, menyehatkan, penyediaan transportasi alternatif, tempat rekreasi pilihan, dan kesempatan bagi para pelajarnya. Keuntungannya sudah jelas, yaitu mengurangi gas-gas berbahaya bagi atmosfer, meningkatkan kemampuan belajar para siswa, meningkatkan kesehatan para siswa seperti menghindarkan penyakit diabetes, asma, atau penyakit pernapasan lainnya, meningkatkan kepekaan sosial, dan lain-lain.

Sekolah ini memberikan siswanya pendidikan tentang lingkungan yang menakjubkan dan memberikan kita pengertian bahwa hidup ini adalah holistik dan disini juga diberikan pendidikan yang relevan. Bangunannya, hanya menggunakan bambu, rumput gajah dan tanah liat. Semen yang digunakan hanya di beberapa tempat di yayasan. Pusat dan bangunan yang paling penting adalah “jantung dari sekolah”. Sekolah ini mungkin merupakan bangunan terbesar di dunia yang  dibangun seluruhnya berbahan bambu. Dimensi nya adalah 18 meter dan tingginya 64 meter. Area umum sekolah mencakup berbagai struktur: bangunan apartemen, ruang kelas, gedung perkantoran, dan kafe. Sekolah mendapat listrik dari sumber energi yang ramah lingkungan: generator turbin hidrolik dan panel surya yang terpasang. Tampaknya mengingat cara kita mencemari bumi, setiap orang harus berkunjung ke sekolah ini.

Bahan-bahan bangunan dipilih hampir seluruhnya dari bambu. Meja, kursi, rak, dan lemari tempat menyimpan buku yang digunakan sehari-hari oleh anak didik semuanya terbuat dari bambu. Sedangkan atap bangunan dibuat dari ilalang. Melihat hal tersebut, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa memasuki sekolah ini seperti memasuki sebuah kompleks bangunan megah yang semuanya terbuat dari bambu dan ilalang dengan bentuk yang sangat indah dan khas. Semua ruangan seperti ruang pertemuan, ruang makan, ruang serba guna dan kamar kecil menampilkan keharmonisan antara bangunan buatan manusia dengan alam sekitarnya.



Jalan setapak yang menghubungkan bangunan satu dengan lainnya tidak diaspal. Batu kali dan cadas dibiarkan apa adanya. Demikian juga ruang kelas, didesain sedemikian rupa sehingga anak didik menikmati pelajaran seperti belajar di alam terbuka. Tak ada sekat atau dinding beton seperti kebanyakan sekolah saat ini sehingga udara segar bebas mengalir. Oleh karena halaman sekolah sangat luas, Green School memanfaatkannya untuk bercocok tanam secara organik. Sawah dan ladang dikerjakan dengan cara membajak dengan tangan.mereka tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Persis seperti petani Bali tempo dulu. Tanaman yang dibudidayakan juga asli tanaman lokal seperti singkong, ketela rambat, pisang, talas, kelapa, padi, dan sebagainya. Hasil bercocok tanam itu dipanen untuk dinikmati bersama oleh murid, guru, dan pengelola sekolah. Sisanya dijual di kantin sekolah sebagai makanan ringan organik. Teh dan kopi yang dijual juga tidak menggunakan gula putih, melainkan gula merah dari nira kelapa.

Pendingin udaranya tidak lagi memakai Ac, melainkan kincir angin melalui terowongan bawah tanah. Tenaga listiknya menggunakan bio-gas yang terbuat dari kotoran hewan untuk menyalakan kompor. Tambak udang tempat budidaya, sekaligus peternakan sapi. Ditambah lagi arena olahraga, laboratorium, perpustakaan, dll.
Tenaga listriknya pun menggunakan energi listrik dari biogas yang berasal dari kotoran hewan, generator turbin air, serta panel surya. Di dalam areal kampus tersebut, mengalir Sungai Ayung yang gemercik airnya menjadi musik alami.
Bangunan ramah lingkungan pun umumnya menghemat penggunaan air. Suasananya akan lebih menyehatkan karena akan berpengaruh pada tingkat kelembapan udara, ventilasi, dan filtrasi udara.

Bangunan ramah lingkungan juga mengurangi sampah atau limbah yang ditimbulkan manusia. Hampir seluruh bahan bangunan yang digunakan berasal dari daur ulang yang memenuhi konsep penyelamatan lingkungan yang sederhana.

Yang pasti, bangunan ramah lingkungan ini berperan mengurangi emisi karbon. Bayangkan saja, dengan penggunaan panel surya, secara otomatis mengurangi tingkat penggunaan listrik yang dihasilkan pembangkit tenaga listrik. Sehingga, tak perlu lagi menggunakan bahan bakar yang banyak yang menghasilkan polusi udara.
Adapun implementasi arsitektural yang ada demi mengusung sustainability dan green architecture pada Green School Bali ini adalah :
  • Pembentukan ruang kelas tanpa dinding pembatas. Dengan cara ini, diharapkan secara sosial dan interaksi, para murid dan guru dapat lebih peka dan intim dalam menjalin hubungan edukasi dan sosial yang konduktif dan berkualitas baik.
  • Banyaknya elemen distraksi / pengalih perhatian pada lingkungan kelas dan sekolah. Distraksi yang diperoleh dari keelokan alam dan detail arsitektural ini diharapkan menjadikan murid-murid terbiasa dengan distraksi tersebut dan mampu tetap berkonsentrasi dalam pembelajaran. 
  • Bangunan tidak diberi penghawaan dengan Air Conditioner (AC) melainkan dengan kincir angin yang berada di terowongan bawah tanah, hal ini memungkinkan karena kondisi fisik lahan yang berkontur dan dekat dengan sungai dan hutan. 
  • Tenaga listrik berasal dari biogas yang memanfaatkan kotoran hewan untuk nyala kompor dan sebagainya. 
  • Tenaga listrik lainnya juga dengan menggunakan panel surya, sehingga tidak banyak boros dalam membutuhkan seumber energi elektrikal.
  • Adanya tambak udang dan peternakan sapi, mendukung adanya sumber energi alami dan bahan bakar (biogas) yang bisa digunakan tanpa polusi terlalu besar. 

Secara umum, selain sebagai inovasi dalam sustainability architecture, Green School Bali ini juga merupakan bangunan yang mengadopsi bentuk dan material kebudayaan lokal Bali sebagai inspirasi desain arsitekturalnya.

Secara tipologi (bentuk tipe bangunan), sekolah ini melakukan inovasi dengan melepaskan fisik mereka dari bentuk-bentuk sebuah sekolah yang banyak dipakai. Image yang biasa kita temukan pada bangunan sekolah, tidak akan kita temukan pada bangunan sekolah unik yang satu ini. 
Green school ini memiliki material hanya ada bambu, alang-alang, rumput gajah, dan tanah liat di atasnya. Bisa dipastikan, semua material konstruksi nya merupakan material alam dengan nilai lokal dan dapat didaurulang. Ini merupakan bentukan penting sebagai konsekuensi dari tema Sustainability terkait penyelamatan bumi tersebut. 





Green School dengan dua kurikulum ternamanya : Green Studies dan Creative Art. Dalam proses pengajarannya, mereka memiliki dua kontribusi penting : kesadaran akan lingkungan global serta perspektif khususnya mengenai isu-isu sosial dan budaya. Dengan kurikulum tersebut, diharapkan mampu memaksimalkan potensi anak-anak sehingga mereka bisa berpikir secara kreatif bagaimana menciptakan lingkungan yang optimum. Isu lingkungan adalah isu terbesar saat ini. Semua kurikulum bisa disinergikan dengan masalah lingkungan, dari matematika dan ilmu pasti sampai bahasa Inggris dan kesenian. Pendidikan lingkungan tidak hanya mengajarkan masalah lingkungan semata di dalam kelas, tetapi juga memberikan keberanian pada siswa untuk mengeksplorasi lingkugan yang ada di luar kelas. Perlu diketahui bahwa 40% dari peserta ‘Science Fair‘ selalu berhubungan dengan masalah lingkungan dan 50% beasiswa yang dikeluarkan oleh perusahaan nasional ditujukan pada masalah lingkungan. 















































Created By:
Novita Ratnasari (H1B109027) (Novitaratnasari_ars@yahoo.com)


Sumber & Referensi:
mas-zacky.blogspot.com/2011/12/green-school-bali.html
uniqpost.com/23439/asrinya-green-school-di-bali/
http://wiedesignarch.blogspot.com/2011/05/green-school-bali-arsitektur.html
www.griya-asri.com/2010/07/arsitektur-hijau-di-green-school-bali/
http://bangaswi.wordpress.com/2009/11/16/green-school-konsep-sekolah-masa-depan/
http://kaskushotthread.com/thread/the-green-school-bali-indonesia.html
http://peceltumpang.blogdetik.com/2012/01/14/membangun-dan-ramah-pada-lingkungan/