Perkembangan kota Surabaya
sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta,
berdampak pada penambahan jumlah
penduduk kota Surabaya itu sendiri. Dimana
hal ini menyebabkan peningkatan
kebutuhan terhadap hunian yang layak bagi
seluruh lapisan masyarakat
Surabaya. Di lain pihak, ketersediaan lahan bagi
permukiman semakin terbatas.
Selain kendala tersebut, kendala lain yang juga
tidak boleh dilupakan adalah
kendala keterbatasan kemampuan ekonomi
masyarakat. Mengingat besarnya
jumlah masyarakat menengah kebawah dan
terbatasnya dana yang dimiliki
oleh pemerintah, dapat dipastikan bahwa
pemerintah tidak mungkin
memberikan subsidi secara menyeluruh
kepada
masyarakat. Hal tersebut
mengharuskan masyarakat untuk lebih mandiri dalam
hal pembiayaan menyangkut
pemenuhan kebutuhan akan permukiman.
Diperlukan suatu alternatif
solusi yang dirasa tepat untuk mengatasi
kendalakendala yang telah dijelaskan. Dan salah satu solusinya adalah
pembangunan
Rumah Susun Sederhana Sewa
(Rusunawa).
Yang menjadi target dan sasaran
konsumen dari rusunawa Urip Sumoharjo
pada umumnya terdiri dari :
Pegawai negeri Golongan I dan II, Karyawan Swasta,Pegawai Bank dan Masyarakat Umum.
Rusunawa Urip Sumoharjo secara
administratif termasuk dalam wilayah Kelurahan
Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng,
Surabaya Pusat. Awalnya, rusun ini dibangun untuk
merelokasi korban kebakaran pada
25 Agustus 1982 yang menghabiskan 83 unit rumah (saat
itu dihuni oleh 120 KK).
Pihak-pihak yang terlibat dalam Pembangunan Rusunawa Urip
Sumoharjo adalah Pemerintah Kota
Surabaya (perencana, pengelola dan penyandang dana
pembangunan) dan kontraktor
swasta (pelaksana pembangunannya). Rusun terdiri dari 3 twin
blok bangunan dengan 120 unit
hunian. Rusun yang secara struktur hanya diestimasikan
selama 20 tahun, dalam waktu singkat
mengalami penurunan kualitas sehingga sangat kumuh,
tidak layak huni dan membahayakan
penghuninya.
Rumah susun Urip Sumoharjo berada
di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Tegalsari Surabaya. Rumah susun ini terletak
di area seluas 2000 m2, terdiri dari 3 Blok (A,B dan C), dimana masing masing
blok terdiri :
a. Ketinggian bangunan
4 lantai.
b. Tiap lantai terdiri dari 10 unit hunian dengan ukuran 3mx 6m, ditambah 2mx 0.8 m berupa balkon belakang, dan selasar depan selebar 1,5 m.
c. Total unit hunian : 120 unit; namun yang dipakai sebagai hunian murni hanya 115 unit, karena 5 unit yang lain dipakai sebagai fasilitas umum bersama.
Fasilitas Umum / Penunjang yang tersedia:
a. Mushola dan TPA : 1 unit berada di lantai 1
b. Balai RW : 1 unit terletak di lantai 1
c. Ruang serbaguna : 3 unit di lantai 1
d. Pos Jaga
e. Ruang Karang Taruna (swadaya warga)
f. Parkir motor dan mobil yang dikelola oleh Karang Taruna
b. Tiap lantai terdiri dari 10 unit hunian dengan ukuran 3mx 6m, ditambah 2mx 0.8 m berupa balkon belakang, dan selasar depan selebar 1,5 m.
c. Total unit hunian : 120 unit; namun yang dipakai sebagai hunian murni hanya 115 unit, karena 5 unit yang lain dipakai sebagai fasilitas umum bersama.
Fasilitas Umum / Penunjang yang tersedia:
a. Mushola dan TPA : 1 unit berada di lantai 1
b. Balai RW : 1 unit terletak di lantai 1
c. Ruang serbaguna : 3 unit di lantai 1
d. Pos Jaga
e. Ruang Karang Taruna (swadaya warga)
f. Parkir motor dan mobil yang dikelola oleh Karang Taruna
SEJARAH RUSUN URIP
SUMOHARJO
Pada mulanya wilayah
tempat berdirinya rusun ini merupakan kawasan perkampungan yang padat dan
rapat. Sejarah rusun berlokasi di area central kota pahlawan ini, dimulai
ketika api yang bersumber dari kebakaran Horizon Supermarket merembet serta
membumi hanguskan sebagian pemukiman warga disebelah barat pusat perbelanjaan
tersebut, tepatnya di kawasan Jln Urip Simoharjo pada tanggal 26 Agustus 1982.
Saat itu sekitar pukul 15.30 WIB, api yang berasal dari lantai-2 Horizon
Supermarket berkobar begitu cepat. Serta merta sebisa mungkin warga berusaha
untuk menyelamatkan harta benda mereka, dan menghalau si-jago merah yang
mengamuk membabi buta kesegala arah. Akibat kejadian tersebut ratusan warga
yang menjadi korban, harus rela kehilangan tempat tinggal mereka yang tak
disangka untuk selamanya, sekitar 83 rumah di tempat itu hangus terbakar.
Pasalnya, selain tidak adanya suatu penyelesaian dari pihak Horizon, yang seharusnya bertanggung jawab atas kebakaran tersebut. Pemerintah juga tidak mengijinkan warga, walaupun dengan biaya sendiri untuk membangun kembali rumah mereka yang telah rata dengan tanah. Kedaulatan yang tidak lagi berada ditangan rakyat, menjadikan para pemimpin makin manja dengan persoalan segala persoalan yang terjadi. Masyarakat yang dihantui akhirnya keder dengan ancaman-ancaman dari aparat terkait mengenai status mereka yang dianggap penganut paham Partai Komunis Indonesia (PKI) yang memang pada saat itu selalu dikambing hitamkan oleh pemerintah, menganggap dirinya-lah paling benar. Dengan dalih untuk pembangunan, pemerintah mengkonsep pembangunan rusun yang pertama, diatas tanah warga sendiri, sebagai tempat tinggal mereka nantinya. Selama kurun waktu tiga tahun, warga diungsikan ke makam Kecacil Pandegiling (saat ini Puskesmas), menunggu terselesaikannya pembangunan rusun. “Makam kuno yang tak terawat” itulah anggapan orang pada waktu itu. Seperti mencabut rumput liar, batu-batu nisan
Sebagai tanda pengenal pada makam-makam yang ada-pun menjadi sasaran utama pembersihan. Setelah diplester semen komplek pekuburan akhirnya tampak rata. Ditambah dengan dibangunnya 3 barak dari sumbangan 5 juta rupiah dari pemerintah, makam-pun siap menjadi lokasi pengungsian ala-Indonesia untuk menampung warga. Banyak warga saat itu memilih tinggal sementara waktu ditempat sanak saudara mereka ataupun lebih memilih untuk sewa rumah sendiri, walaupun dengan dana pribadi, dengan alasan keamanan ataupun dikarenakan lokasi makam yang terkesan angker. Selama sekitar tiga tahun berada dilokasi pengungsian makam kecacil, warga dengan sabar menunggu terselesaikannya pembangunan rumah susun (rusun) yang telah dijanjikan oleh pemerintah sebelumnya, sambil tetap menjalankan aktivitas sehari-hari.
Berdirinya rusun Urip Sumoharjo pada tahun 1985 atas kerjasama Pemkot Surabaya dengan PT Barata akhirnya menjawab janji pemerintah untuk menyediakan sarana tempat tinggal bagi warga. Namun sekali lagi warga kembali menelan ludah kekecewaan.Rumah yang mereka idam-idamkan selama ini ternyata jauh dari harapan. Diresmikan oleh Hj Wijaya, pada waktu itu menjabat sebagai Walikota Surabaya. Gedung rusun lebih mirip lokasi penampungan daripada hunian masyarakat normal pada umumnya, dengan struktur dari rangka besi terbuka untuk bangunan. Pembangunan rusun yang perancangannya dikerjakan secara asal itu-pun, dalam tempo waktu kurang dari 20t ahun akhirnya mengalami kekeroposan serta erosi pada pilar-pilar penyangganya. Dikarenakan keresahan warga terhadap kondisi bangunan yang setiap saat bisa mengancam jiwa penduduk, warga kemudian mengajukan permohonan kepada pihak pemerintahan kota, untuk merenovasi bangunan rusun. Pengajuan permohonan warga melalui proporsal mendapat respon positif dari pemerintah kota. Dengan hasil survei yang menerangkan bahwa bangunan rusun memang sudah tidak layak, serta tidak bisa dilakukan renovasi (tambal sulam) bangunan. Rusun akhirnya diputuskan untuk dibangun ulang, dengan biaya APBN yang dianggarkan melalui APBD sebesar 10 Milyard rupiah.
Eksisting bangunan Rumah Susun Urip Sumoharjo, materialnya mengalami penurunan kualitas setelah 19 tahun berdiri
Pada tahun 2003, warga kembali direlokasi demi pembaharuan rusun untuk kedua kalinya, selama 2 tahun. Dengan dana konspensasi dari pemerintah sebesar 8 juta per-lokal-gedung (ruangan) pada rusun. Total keseluruhan 145 lokal-gedung, termaksud mushola maupun gedung serbaguna yang turut mendapat konspensasi dari warga. Pasang-surut sempat mewarnai pembangunan rusun kedua. Proses pengerjaan yang sempat terhenti selama 4 bulan, memancing warga menggelar demo agar pembangunan segera dilanjutkan. Akhir tahun 2005, rusun kembali menjadi rumah warga. Kepuasan tampak pada diri warga dengan kelayakan bangunan dibandingkan dengan rusun terdahulu yang dibangun dengan rangka besi.
Sayangnya, pengamatan yang diperoleh dari lapangan menyebutkan sampai saat ini bentuk fisik rusun dari tiga gedung (A,B,C) memiliki kelemahan pada fasilitas mushola, yang kemasukkan air saat hujan serta untuk kebocoran atap gedung B yang terbilang parah. Namun kekecewaan terbesar bagi warga datang, saat penagihan uang sewa dari Pemkot melalui pengurus RW XIV Rusun Urip Sumoharjo, sebesar hampir 150juta per-tahunnya, yang dibebankan pada 120 penghuni local-gedung rusun, sehingga masing-masing warga ditekan dengan biaya sewa 104ribu/bulan perlokal gedung. Dengan alasan untuk perawatan gedung, serta biaya penerangan lorong-lorong pada rusun. Tentunya hal ini sangatlah memberatkan bagi sebagian warga yang kebanyakan mengalami kelemahan pada sisi perekonomian.
Pasalnya, selain tidak adanya suatu penyelesaian dari pihak Horizon, yang seharusnya bertanggung jawab atas kebakaran tersebut. Pemerintah juga tidak mengijinkan warga, walaupun dengan biaya sendiri untuk membangun kembali rumah mereka yang telah rata dengan tanah. Kedaulatan yang tidak lagi berada ditangan rakyat, menjadikan para pemimpin makin manja dengan persoalan segala persoalan yang terjadi. Masyarakat yang dihantui akhirnya keder dengan ancaman-ancaman dari aparat terkait mengenai status mereka yang dianggap penganut paham Partai Komunis Indonesia (PKI) yang memang pada saat itu selalu dikambing hitamkan oleh pemerintah, menganggap dirinya-lah paling benar. Dengan dalih untuk pembangunan, pemerintah mengkonsep pembangunan rusun yang pertama, diatas tanah warga sendiri, sebagai tempat tinggal mereka nantinya. Selama kurun waktu tiga tahun, warga diungsikan ke makam Kecacil Pandegiling (saat ini Puskesmas), menunggu terselesaikannya pembangunan rusun. “Makam kuno yang tak terawat” itulah anggapan orang pada waktu itu. Seperti mencabut rumput liar, batu-batu nisan
Sebagai tanda pengenal pada makam-makam yang ada-pun menjadi sasaran utama pembersihan. Setelah diplester semen komplek pekuburan akhirnya tampak rata. Ditambah dengan dibangunnya 3 barak dari sumbangan 5 juta rupiah dari pemerintah, makam-pun siap menjadi lokasi pengungsian ala-Indonesia untuk menampung warga. Banyak warga saat itu memilih tinggal sementara waktu ditempat sanak saudara mereka ataupun lebih memilih untuk sewa rumah sendiri, walaupun dengan dana pribadi, dengan alasan keamanan ataupun dikarenakan lokasi makam yang terkesan angker. Selama sekitar tiga tahun berada dilokasi pengungsian makam kecacil, warga dengan sabar menunggu terselesaikannya pembangunan rumah susun (rusun) yang telah dijanjikan oleh pemerintah sebelumnya, sambil tetap menjalankan aktivitas sehari-hari.
Berdirinya rusun Urip Sumoharjo pada tahun 1985 atas kerjasama Pemkot Surabaya dengan PT Barata akhirnya menjawab janji pemerintah untuk menyediakan sarana tempat tinggal bagi warga. Namun sekali lagi warga kembali menelan ludah kekecewaan.Rumah yang mereka idam-idamkan selama ini ternyata jauh dari harapan. Diresmikan oleh Hj Wijaya, pada waktu itu menjabat sebagai Walikota Surabaya. Gedung rusun lebih mirip lokasi penampungan daripada hunian masyarakat normal pada umumnya, dengan struktur dari rangka besi terbuka untuk bangunan. Pembangunan rusun yang perancangannya dikerjakan secara asal itu-pun, dalam tempo waktu kurang dari 20t ahun akhirnya mengalami kekeroposan serta erosi pada pilar-pilar penyangganya. Dikarenakan keresahan warga terhadap kondisi bangunan yang setiap saat bisa mengancam jiwa penduduk, warga kemudian mengajukan permohonan kepada pihak pemerintahan kota, untuk merenovasi bangunan rusun. Pengajuan permohonan warga melalui proporsal mendapat respon positif dari pemerintah kota. Dengan hasil survei yang menerangkan bahwa bangunan rusun memang sudah tidak layak, serta tidak bisa dilakukan renovasi (tambal sulam) bangunan. Rusun akhirnya diputuskan untuk dibangun ulang, dengan biaya APBN yang dianggarkan melalui APBD sebesar 10 Milyard rupiah.
Eksisting bangunan Rumah Susun Urip Sumoharjo, materialnya mengalami penurunan kualitas setelah 19 tahun berdiri
Pada tahun 2003, warga kembali direlokasi demi pembaharuan rusun untuk kedua kalinya, selama 2 tahun. Dengan dana konspensasi dari pemerintah sebesar 8 juta per-lokal-gedung (ruangan) pada rusun. Total keseluruhan 145 lokal-gedung, termaksud mushola maupun gedung serbaguna yang turut mendapat konspensasi dari warga. Pasang-surut sempat mewarnai pembangunan rusun kedua. Proses pengerjaan yang sempat terhenti selama 4 bulan, memancing warga menggelar demo agar pembangunan segera dilanjutkan. Akhir tahun 2005, rusun kembali menjadi rumah warga. Kepuasan tampak pada diri warga dengan kelayakan bangunan dibandingkan dengan rusun terdahulu yang dibangun dengan rangka besi.
Sayangnya, pengamatan yang diperoleh dari lapangan menyebutkan sampai saat ini bentuk fisik rusun dari tiga gedung (A,B,C) memiliki kelemahan pada fasilitas mushola, yang kemasukkan air saat hujan serta untuk kebocoran atap gedung B yang terbilang parah. Namun kekecewaan terbesar bagi warga datang, saat penagihan uang sewa dari Pemkot melalui pengurus RW XIV Rusun Urip Sumoharjo, sebesar hampir 150juta per-tahunnya, yang dibebankan pada 120 penghuni local-gedung rusun, sehingga masing-masing warga ditekan dengan biaya sewa 104ribu/bulan perlokal gedung. Dengan alasan untuk perawatan gedung, serta biaya penerangan lorong-lorong pada rusun. Tentunya hal ini sangatlah memberatkan bagi sebagian warga yang kebanyakan mengalami kelemahan pada sisi perekonomian.
Penghuni rumah susun
Urip Sumoharjo kebanyakan adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. Banyak
dari mereka yang berpenghasilan rendah. Seperti pedagang keliling, karyawan,
buruh, sopir, kondektur bis dan lain sebagainya. Namun juga ada yang pegawai
negeri ataupun pejabat pemerintah. Masyarakat penghuni rumah susun biasanya
lebih akrab dan lebih mengenal antara satu dengan yang lainnya. Tidak seperti
masyaakat perumahan yang dibatasi dengan dinding pagar yang tinggi, tetapi
masyarakat di sini lebih mengenal tetangganya malah kadang mereka menganggap
tetangganya itu adalah bagian dari saudara mereka.
Karakteristik Data Perumahan
Untuk RSS Urip Sumoharjo ini dibuat dengan model Rusun seperti di luar negeri. Rusun tidak dibangun model blok berjejer tetapi dibuat setengah melingkar dengan bangunan depan menghadap jalan. Blok I menghadap Jl.Urip Sumoharjo, blok 2 menghadap Jl.Keputran Jambon dan blok 3 menghadap ke Jl.Kedondong
Unit hunian pada rusun yang baru dibuat lebih luas dari yang lama dengan penambahan fasilitas utilitas yang lebih tertata.
1. Luas tiap unit hunian adalah 3mx6m untuk ruang utama, ditambah dengan 2mx3m untuk ruang service, yaitu KM/WC, dapur dan cuci/jemur.
2. Selasar lebar 2 m dibuat berhadapan didepan sehingga orientasi unit ke luar gedung (jalan raya).
3. Tangga dibuat di tengah blok berukuran yang lebar(4 m) dan leluasa sebagai sarana sirkulasi utama vertikal
4. Mengingat luasan lahan yang tersedia, maka jumlah blok yang direncanakan hanya mampu 3 blok (115 unit untuk umum), namun dengan jumlah unit yanglebih banyak, dengan rincian tiap bloknya sebagai berikut :
- Lantai 1 terdiri dari 22 unit hunian ditambah dengan 9 unit untuk fasilitas umum.
- Lantai 2,3 dan 4 terdiri dari 31 unit hunian.
- Fasilitas Penunjang berupa: Dapur Umum,Gudang, TPA/TK(4 unit) Koperasi, Karang Taruna, PKK
Konstruksi :
• Struktur utama memakai baja
• Tangga memakai gabungan baja dan plat beton
• Plat lantai beton, plester, namun sudah banyak yang dikeramik oleh warga sendiri
• Dinding bata, diplester dan dicat
• Tanpa plafon
• Atap asbes gelombang
Tetapi dari unit-unit di atas para masyarakat penghuni rumah susun Urip Sumoharjo ini membuat partisi sendiri di dalam rumahnya. Yaitu ruang utama dijadikan dua atau bahkan ada juga yang menjadikan tiga ruangan, antara lain ruang tidur dan ruang tamu. Sedangkan ruang tamu biasanya kalo malam dijadikan sebagai ruang tidur juga.
Untuk RSS Urip Sumoharjo ini dibuat dengan model Rusun seperti di luar negeri. Rusun tidak dibangun model blok berjejer tetapi dibuat setengah melingkar dengan bangunan depan menghadap jalan. Blok I menghadap Jl.Urip Sumoharjo, blok 2 menghadap Jl.Keputran Jambon dan blok 3 menghadap ke Jl.Kedondong
Unit hunian pada rusun yang baru dibuat lebih luas dari yang lama dengan penambahan fasilitas utilitas yang lebih tertata.
1. Luas tiap unit hunian adalah 3mx6m untuk ruang utama, ditambah dengan 2mx3m untuk ruang service, yaitu KM/WC, dapur dan cuci/jemur.
2. Selasar lebar 2 m dibuat berhadapan didepan sehingga orientasi unit ke luar gedung (jalan raya).
3. Tangga dibuat di tengah blok berukuran yang lebar(4 m) dan leluasa sebagai sarana sirkulasi utama vertikal
4. Mengingat luasan lahan yang tersedia, maka jumlah blok yang direncanakan hanya mampu 3 blok (115 unit untuk umum), namun dengan jumlah unit yanglebih banyak, dengan rincian tiap bloknya sebagai berikut :
- Lantai 1 terdiri dari 22 unit hunian ditambah dengan 9 unit untuk fasilitas umum.
- Lantai 2,3 dan 4 terdiri dari 31 unit hunian.
- Fasilitas Penunjang berupa: Dapur Umum,Gudang, TPA/TK(4 unit) Koperasi, Karang Taruna, PKK
Konstruksi :
• Struktur utama memakai baja
• Tangga memakai gabungan baja dan plat beton
• Plat lantai beton, plester, namun sudah banyak yang dikeramik oleh warga sendiri
• Dinding bata, diplester dan dicat
• Tanpa plafon
• Atap asbes gelombang
Tetapi dari unit-unit di atas para masyarakat penghuni rumah susun Urip Sumoharjo ini membuat partisi sendiri di dalam rumahnya. Yaitu ruang utama dijadikan dua atau bahkan ada juga yang menjadikan tiga ruangan, antara lain ruang tidur dan ruang tamu. Sedangkan ruang tamu biasanya kalo malam dijadikan sebagai ruang tidur juga.