Rabu, 01 Februari 2012

DESA ADAT PENGLIPURAN

Di tengah derasnya pertumbuhan pariwisata dan perkembangan perkotaan, suatu daerah di Bali, sebuah pemukiman mampu mempertahankan tradisi berumur ratusan tahun untuk hidup berdampingan dengan gemerlap dunia modern. Itulah Desa Adat Penglipuran.
Desa adat Penglipuran tepatnya berada di Kelurahan Kubu Kabupaten Bangli/ kurang lebih 45 km dari kota Denpasar. Apabila ditempuh dengan kendaraan bermotor akan menempuh  kurang lebih satu jam perjalanan. Terletak di ketinggian 700 diatas permukaan laut,  menjadikan udara di desa adat penglipuran tergolong dingin. Keasrian desa adat penglipuran dapat dirasakan mulai dari memasuki kawasan pradesa. Balai masyarakat dan fasilitas kemasyarakatan serta ruang terbuka pertamanan,  semakin menambah keaslian alam pedesaan.  Desa Adat Penglipuran merupakan satu kawasan pedesaan yang memiliki tatanan spesifik dari  struktur desa tradisional, sehingga mampu menampilkan wajah pedesaan yang asri.  Penataan fisik dan struktur desa,  tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku turun temurun. 
 Selain suasana pertamanan yang asri tetapi juga sangat ramahnya penduduk desa terhadap tamu yang datang. Banyak wisatawan yang datang dapat menikmati suasana desa dan masuk kerumah mereka untuk melihat kerajinan – kerajinan yang penduduk desa buat. Sehingga untuk tinggal berlama lama disini sangatlah menyenangkan.
Desa Adat Penglipuran ini termasuk desa yang banyak melakukan acara ritual, sehingga banyak sekali acara yang diadakan didesa ini seperti pemasangan dan penurunan odalan, Galungan, dll. Memang saat yang sangat tepat untuk datang ke desa ini adalah pada acara tersebut berlangsung, sehingga kita dapat melihat langsung keunikan dan kekhasan dari Desa Penglipuran ini.
Sangat unik mungkin itu kata yang paling tepat untuk Desa Adat Penglipuran. Corak pintu gerbangnya atau yang disebut dengan “angkul angkul” terlihat seragam satu sama lainnya. Penampilan fisik desa adat juga sangat khas dan indah.  Jalan utama desa adat berupa jalan sempit yang lurus dan berundag-undag. Potensi pariwisata yang dimiliki oleh Desa Adat Penglipuran  adalah adatnya yang unik serta tingginya frekuensi upacara adat dan keagamaan. 
Meski Desa Adat Penglipuran saat ini sudah tersentuh modernisasi yakni perubahan kearah kemajuan namun tata letak perumahan di masing masing keluarga tetap menganut falsafah Tri Hita Karana. 

  

Desa Adat Penglipuran sudah ada sejak 700-an tahun yang lalu, yaitu pada zaman kerajaan Bangli. Penduduk dari daerah Bayung Gede di Kintamani pindah ke tempat desa ini berada sekarang. Kata penglipuran berasal dari kata penglipur yang artinya penghibur,  karena semenjak jaman kerajaan , tempat ini adalah salah satu tempat yang bagus untuk peristirahatan. 
Selain itu,  menurut masyarakat kata penglipuran juga dipercaya berasal dari kata Pengeling Pura yang berarti sebagai tempat yang suci untuk mengingat para leluhur. 
Segala pengembangan fisik desa dan pengembangan budayanya masih mengacu pada tanah leluhur yang masih ada di Bayung. Bahkan untuk berbagai upacara adat tertentu masih harus memohon restu ke tanah leluhur tersebut.
Dan masyarakat Desa Adat Penglipuran percaya bahwa leluhur mereka berasal dari Desa Bayung Gede, Kintamani. Dilihat dari segi tradisi, desa adat ini menggunakan sistem pemerintahan hulu apad. Pemerintahan desa adatnya terdiri dari prajuru hulu apad dan prajuru adapt. Prajuruhulu apad terdiri dari jero kubayan, jero kubahu,  jero singgukan,  jero cacar,  jero balung dan jero pati.  Prajuru hulu apad otomatis dijabat oleh mereka yang paling senior dilihat dari usia perkawinan tetapi yang belum ngelad. Ngelad atau pensiun terjadi bila semua anak sudah kawin atau salah seorang cucunya telah kawin.  Mereka yang baru kawin duduk pada posisi yang paling bawah dalam tangga keanggotaan desa adapt. Menyusuri jalan utama desa kearah selatan anda akan menjumpai sebuah tugu pahlawan yang tertata dengan rapi. Tugu  ini dibangun untuk memperingati serta mengenang jasa kepahlawanan Anak Agung Gede Anom Mudita atau yang lebih dikenal dengan nama kapten Mudita.Anak Agung Gde Anom Mudita,  gugur melawan penjajah Belanda pada tanggal 20 November 1947. Taman Pahlawan ini dibangun oleh masyarakat Desa Adat Penglipuran sebagai wujud bakti dan hormat mereka kepada sang pejuang.Bersama segenap rakyat Bangli,  Kapten Mudita berjuang tanpa pamrih demi martabat dan harga diri bangsa sampai titik darah penghabisan. 
Desa ini menganut tata ruang dengan konsep trimandala,  dibagi ke dalam tiga ruang yang berbeda secara fungsi dan tingkat kesucian, yaitu utama, madya, dan nista. Letak ketiga ruang ini membujur dari utara (gunung) ke selatan (laut), dengan jalan desa lurus berundak sebagai poros tengah, memisahkan  ruang madya  menjadi dua bagian.
 

Sebuah falsafah dalam agama Hindu yang selalu menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, serta manusia dengan Tuhan. 
Generasi muda Penglipuran yang hampir seluruhnya menikmati pendidikan formal mulai dari SD hingga perguruan tinggi,  tetap melestarikan tradisi yang mereka warisi dari para leluhurnya. Bangunan suci yang terletak di hulu,  perumahan di tengah  dan lahan usaha tani di pinggir atau hilir. Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani dan kini mereka mulai beralih ke usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Dengan memanfaatkan bambu sebagai bahan bakunya/menjadikan desa penglipuran sebagai komunitas yang unik diantara kemajuan pulau dewata yang semakin pesat. 

Created by : AMALIA ZULFIA NALIDA (H1B109062)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar